SURABAYA–Perguruan tinggi negeri (PTN) benar-benar berharap bahwa proses seleksi nasional mahasiswa perguruan tinggi negeri (SNM PTN) berjalan secara bersih. Sekolah diharapkan tidak mengatrol nilai siswanya saat memasukkan data ke pangkalan data sekolah dan siswa (PPDS).
Rektor ITS Triyogi mengatakan, jika sekolah memaksa mengatrol nilai siswanya, hal itu akan diasia. Panitia akan langsung mendiskualifikasinya. “Tidak perlu rapor abalabal. Tidak perlu me-mark up rapor. Percuma lakukan rekayasa. Kami lakukan perhitungan nilai dengan fair,” tegasnya saat ditemui pada pertemuan rektor PTN se-Jatim di Fakultas Matematika dan IPA (FMIPA) Universitas Negeri Surabaya (Unesa) kemarin (27/1).
Meski nilai siswa di sekolah dikatrol cukup tinggi, Yogi yakin bahwa hal itu tidak akan memengaruhi hasil SNMPTN. Sebab, PTN melakukan perhitungan lagi terhadap sekolah dan siswa sedetail mungkin. Menurut Yogi, ada beberapa perhitungan yang membuat siswa tersebut bisa masuk ke jurusan dan PTN yang diinginkan. Di antaranya, jumlah alumnus di PTN tersebut. Semakin banyak jumlah alumnus sekolah yang diterima di PTN yang dipilih, peluang masuk siswa semakin tinggi.
Selain itu, PTN melihat kualitas alumnus sekolah dalam masa perkuliahan. “Kami lihat IPK (indeks prestasi kumulatif, Red) mahasiswa alumnus sekolah tersebut. Kalau IPKnya tinggi dan terus stabil, artinya, kualitasnya bagus. Jika IPK-nya jelek pada masa perkuliahan, itu akan jadi perhitungan lagi,” jelas Yogi. Yang tidak kalah penting adalah akreditasi sekolah. Semakin bagus akreditasi sekolah, peluang siswa untuk masuk ke PTN melalui jalur SNM PTN semakin besar. PTN juga akan melihat rata-rata nilai rapor siswa. “Kami tidak akan membandingkan rapor antarsekolah. Yang kami hitung rapor sekolah dan siswanya itu sendiri,” tandas Yogi.
Setelah melakukan penghitungan sesuai dengan ketentuan tersebut, PTN akan melihat peringkat sekolah. “Peringkat sekolah ini akan menentukan kuota siswa yang akan diterima di PTN. Kalau kuota satu sekolah lima, ya kami akan ambil lima sesuai dengan urutan nilai rapor siswa,” paparnya. Selain rapor, kata Yogi, penilaian memperhitungkan prestasi siswa secara akademik dan nonakademik. Misalnya, siswa pernah meraih juara olimpiade di tingkat kota/kabupaten, nasional, maupun internasional. “Semakin banyak prestasi diraih, peluangnya pun makin tinggi,” tuturnya.
Hal yang sama disampaikan Rektor Unesa Prof Warsono. “SNM PTN ini jadi persaingan antarsekolah dan antarsiswa,” ungkapnya. Selain sistem penilaiannya mirip dengan ITS, Unesa melakukan penilaian dengan berdasar pada rekam jejak sekolah. Misalnya, pada 2014, ada 49 sekolah yang di-blacklist karena melakukan kecurangan ujian nasional (UN). “Sekolah yang pernah melakukan kecurangan menjadi catatan kami,” ungkapnya.
Kendati demikian, kata Warsono, masih ada kemungkinan siswa dari sekolah- sekolah tersebut yang akan diterima. Walaupun demikian, peluang siswa itu diterima tidak sebesar peluang siswa sekolah yang tidak di-blacklist. Sebab, memang Unesa memberlakukan sistem pemerataan pendidikan di seluruh Indonesia. Harus ada mahasiswa yang diterima di daerah-daerah.
“Ada kuotanya (siswa di daerah, Red),” ujarnya. Hal senada disampaikan oleh Wakil Rektor Univeritas Airlangga (Unair) Prof Achmad Syahrani. “Ini bukan hanya persaingan antarsekolah, melainkan juga persaingan antarsiswa dalam satu sekolah,” tegasnya. (han/c1/opi)